Pemkab Probolinggo Lakukan peninjauan Evaluasi Menyeluruh Sistem Retribusi: Dari Perkiraan ke Data Nyata
Pemerintah Kabupaten Probolinggo sedang melakukan peninjauan komprehensif terhadap sistem pemungutan retribusi daerah guna meningkatkan efektivitas pendapatan asli daerah (PAD). Langkah ini diambil untuk mengubah paradigma lama yang selama ini hanya mengandalkan perkiraan dan negosiasi dalam penetapan target retribusi.
Revolusi Sistem Retribusi: Dari Kira-Kira ke Data Akurat
Bupati Probolinggo, H. Timbul Prihanjoko, mengungkapkan bahwa selama ini sistem retribusi di daerahnya masih banyak bergantung pada:
-
Perkiraan kasar (gross estimation)
-
Negosiasi dengan wajib retribusi
-
Data historis tanpa pembaruan memadai
“Kita ingin beralih dari sistem yang serba kira-kira ke pendekatan berbasis data riil. Setiap rupiah retribusi harus bisa dipertanggungjawabkan perhitungannya,” tegas Bupati dalam rapat evaluasi retribusi.
Tiga Masalah Utama Sistem Retribusi Saat Ini
-
Ketidaksesuaian Target dan Realisasi
-
Gap antara target dan realisasi mencapai 15-25% di beberapa sektor
-
Contoh: retribusi pasar sering tidak mencapai target
-
-
Database Wajib Retribusi yang Tidak Mutakhir
-
Banyak pelaku usaha baru belum tercatat
-
Perubahan skala usaha tidak terpantau
-
-
Mekanisme Pemungutan Manual
-
Masih mengandalkan pembayaran tunai
-
Potensi kebocoran dalam proses administrasi
-
Inovasi yang Akan Diterapkan
Pemkab menyiapkan beberapa terobosan penting:
1. Digitalisasi Sistem Retribusi
-
Aplikasi terpadu untuk pembayaran retribusi
-
Integrasi dengan sistem perizinan usaha
-
Pembayaran via QRIS dan transfer bank
2. Pemetaan Wajib Retribusi Berbasis GIS
-
Pemetaan digital usaha dan objek retribusi
-
Update real-time perubahan data
-
Sistem notifikasi otomatis
3. Penetapan Target Berbasis Analisis Data
-
Machine learning untuk prediksi potensi retribusi
-
Benchmarking dengan daerah lain
-
Penyesuaian tarif berbasis kemampuan ekonomi
Dampak yang Diharapkan
Kepala Dinas Pendapatan Daerah, Drs. Ahmad Syafii, M.Si., memproyeksikan:
-
Peningkatan realisasi retribusi 20-30%
-
Pengurangan kebocoran anggaran hingga 15%
-
Efisiensi biaya pemungutan 40%
-
Peningkatan kepatuhan wajib retribusi
Studi Kasus: Retribusi Pasar yang Bermasalah
Pasar tradisional menjadi fokus utama reformasi ini. Data menunjukkan:
-
35% pedagang tidak membayar retribusi tepat waktu
-
20% tarif tidak sesuai dengan jenis usaha
-
Sistem pembayaran masih manual dan rentan manipulasi
Solusi yang disiapkan:
-
Tagihan elektronik per pedagang
-
Diskon untuk pembayaran tepat waktu
-
Pembagian zona berdasarkan jenis usaha
Partisipasi Masyarakat dalam Reformasi
Pemkab melibatkan berbagai pemangku kepentingan:
-
Asosiasi Pedagang
-
Memberikan masukan tarif wajar
-
Sosialisasi sistem baru
-
-
Akademisi
-
Evaluasi kebijakan retribusi
-
Studi dampak ekonomi
-
-
LSM
-
Pengawasan proses transisi
-
Komplain mechanism
-
Tantangan Implementasi
Beberapa kendala yang diantisipasi:
-
Resistensi dari oknum yang terbiasa dengan sistem lama
-
Kesiapan infrastruktur digital
-
Literasi teknologi wajib retribusi
-
Koordinasi antardinas
Roadmap Perubahan
Jadwal implementasi reformasi:
-
Fase Persiapan (Juli-Agustus 2024)
-
Penyusunan peraturan pendukung
-
Pelatihan petugas
-
-
Fase Uji Coba (September-November 2024)
-
Pilot project di 3 kecamatan
-
Evaluasi hasil
-
-
Fase Implementasi Penuh (Desember 2024)
-
Roll out ke seluruh wilayah
-
Monitoring intensif
-
Kesimpulan: Menuju Tata Kelola Retribusi Modern
Reformasi sistem retribusi di Probolinggo merupakan langkah berani menuju transparansi dan akuntabilitas pengelolaan pendapatan daerah. Dengan pendekatan berbasis data dan pemanfaatan teknologi, diharapkan terjadi peningkatan signifikan dalam kontribusi retribusi terhadap PAD.
“Kita tidak ingin lagi ada istilah ‘target ngawur’ dalam retribusi. Semua harus terukur, transparan, dan adil bagi semua pihak,” pungkas Bupati menutup rapat evaluasi.
Dengan komitmen kuat ini, Probolinggo berpotensi menjadi percontohan dalam reformasi sistem retribusi daerah di tingkat nasional. Kesuksesan implementasi akan sangat bergantung pada peninjauan konsistensi pelaksanaan dan dukungan semua pemangku kepentingan.
Pemkab Probolinggo Akui Hak Masyarakat Adat Tengger: Langkah Strategis Pelestarian Budaya dan Lingkungan
Pemkab Probolinggo membuat terobosan penting dalam pengakuan hak masyarakat adat dengan menerbitkan Surat Keputusan (SK) Bupati tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Tengger. Kebijakan bersejarah ini menandai babak baru dalam upaya pelestarian budaya, kearifan lokal, dan lingkungan di wilayah lereng Bromo.
Makna Penting SK Pengakuan Masyarakat Adat Tengger
SK yang ditandatangani Bupati Probolinggo peninjauan ini bukan sekadar formalitas administratif, melainkan memiliki dampak nyata:
-
Pengakuan Resmi Identitas Budaya
-
Masyarakat Tengger kini memiliki dasar hukum kuat untuk melestarikan tradisi
-
Termasuk upacara adat seperti Kasada, Karo, dan Unan-unan
-
-
Perlindungan Hak Ulayat
-
Wilayah adat di kawasan Bromo mendapat pengakuan negara
-
Mencegah konflik agrarian dengan pihak luar
-
-
Penguatan Partisipasi Politik
-
Masyarakat adat memiliki suara dalam pembangunan daerah
-
Keterlibatan dalam pengambilan keputusan terkait wilayah mereka
-
Proses peninjauan Panjang Menuju Pengakuan
Perjalanan menuju pengakuan resmi ini melalui tahapan:
-
Penelitian Antropologis (2018-2020)
-
Pemetaan komunitas adat Tengger
-
Pendokumentasian sistem hukum adat
-
-
Konsultasi Publik (2021)
-
Musyawarah dengan para tetua adat
-
Penyamaan persepsi antar-desa
-
-
Verifikasi Tim Ahli (2022)
-
Pemeriksaan kelengkapan administrasi
-
Verifikasi wilayah adat
-
-
Pengesahan SK (2023)
-
Proses legislasi di DPRD
-
Penandatanganan oleh Bupati
-
Dampak Langsung peninjauan bagi Masyarakat Tengger
Dukun (pemimpin adat) Ngadisah dari Desa Ngadisari menyambut gembira keputusan ini:
“Selama puluhan tahun kami mempertahankan tradisi leluhur tanpa pengakuan formal. Sekarang negara akhirnya menghargai keberadaan kami.”
Beberapa manfaat konkret yang akan dirasakan:
-
Kepastian Hukum atas tanah ulayat
-
Akses Pendanaan untuk pelestarian budaya
-
Perlindungan dari komersialisasi berlebihan kawasan Bromo
-
Pengembangan ekonomi berbasis kearifan lokal

baca juga: Pergantian Jitu Luis Milla yang Mengantar Indonesia ke Semifinal
Tantangan peninjauan Implementasi
Meski menjadi kemajuan besar, beberapa tantangan masih menghadang:
-
Batas Wilayah Adat
-
Perlu pemetaan partisipatif yang detail
-
Potensi tumpang tindih dengan kawasan konservasi
-
-
Sinkronisasi peninjauan Kebijakan
-
Koordinasi dengan pemerintah provinsi dan pusat
-
Harmonisasi dengan UU Cipta Kerja
-
-
Generasi Muda
-
Minrat generasi muda terhadap adat istiadat
-
Ancaman modernisasi terhadap tradisi
-
Program peninjauan Pendukung
Pemkab menyiapkan beberapa program pendukung:
-
Pendidikan Multibahasa
-
Pengajaran bahasa Tengger di sekolah
-
Pelestarian sastra lisan
-
-
Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya
-
Pengembangan homestay adat
-
Pelatihan kerajinan tradisional
-
-
Ekowisata Adat
-
Jalur trekking dengan pemandu lokal
-
Paket wisata budaya otentik
-
Reaksi peninjauan Para Pihak
Tokoh masyarakat menyampaikan tanggapan:
Prof. Dr. Suryadi, Antropolog UB:
“Pengakuan ini contoh baik otonomi budaya. Yang penting sekarang implementasinya.”
Ketua DPRD Probolinggo:
“Kami akan awasi pelaksanaannya dan siapkan peraturan pendukung.”
Direktur Walhi Jatim:
“Langkah maju, tapi perlu diperkuat dengan perlindungan lingkungan.”
Perbandingan dengan Daerah Lain
Probolinggo bukan yang pertama mengakui masyarakat adat:
-
Bali
Sudah memiliki Perda Pengakuan Masyarakat Adat sejak 2019 -
Toraja
Sistem pengakuan berbasis “lembang” (wilayah adat) -
Baduy
Pengakuan melalui SKB tiga menteri
Namun, model Probolinggo dinilai lebih komprehensif karena mencakup aspek ekonomi kreatif.