, ,

Lapas Kelas IIB Probolingko Ketiga Narapidana Terkonfirmasi Positif

oleh -140 Dilihat

Kewaspadaan di Balik Jeruji: Tiga Napi Narkoba di Lapas Probolinggo Teridentifikasi TBC, Ini Langkah Strategis Penanganannya

Probolinggo- Temuan kasus tuberkulosis (TBC) di Lembaga Pemasyarakatan Lapas Kelas IIB Probolinggo menyoroti pentingnya sistem kesehatan yang tanggup di lingkungan pemasyarakatan. Sebanyak tiga orang Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) atau narapidana telah dinyatakan positif mengidap penyakit menular ini. Temuan ini merupakan hasil dari program skrining kesehatan menyeluruh yang dijalankan oleh pihak lapas bekerja sama dengan pusat kesehatan masyarakat setempat.

Lapas Kelas IIB Probolingko Ketiga Narapidana Terkonfirmasi Positif
Lapas Kelas IIB Probolingko Ketiga Narapidana Terkonfirmasi Positif

Baca Juga : Proyek Revitalisasi Alun-Alun Probolinggo Tertunda Lagi, Pemenang Lelong Mundur Untuk Kedua Kalinya

Berdasarkan informasi yang dikonfirmasi oleh Humas Lapas Kelas IIB Probolinggo, Reky Arif Rahman, ketiga WBP tersebut merupakan terpidana kasus penyalahgunaan narkoba. “Mereka berasal dari Kota Probolinggo dan Kota Surabaya. Rinciannya, satu orang berasal dari Probolinggo, dan dua lainnya dari Surabaya,” jelas Reky, mempertegas asal-usul ketiga narapidana yang terjangkit.

Deteksi Dini: Dari Kuesioner hingga Pemeriksaan Dahak

Proses identifikasi ketiga WBP ini tidak dilakukan secara instan, melainkan melalui serangkaian pemeriksaan metodis yang dirancang untuk meminimalisir kesalahan diagnosis.

Awalnya, seluruh WBP di lapas yang berjumlah 651 orang diminta mengisi formulir skrining kesehatan. Formulir ini berfungsi sebagai penyaring pertama untuk mengidentifikasi individu yang menunjukkan gejala-gejala awal TBC, seperti batuk berkepanjangan, keringat di malam hari, penurunan berat badan, atau demam.

“Dari hasil pengisian formulir tersebut, kami mendapatkan 14 WBP yang terindikasi memiliki gejala. Keempat belas orang inilah yang kemudian kami lanjutkan ke tahap pemeriksaan yang lebih mendalam,” ujar Reky.

Tahap berikutnya adalah pemeriksaan rontgen dada (Chest X-Ray/CXR). Pemeriksaan pencitraan ini crucial untuk melihat kondisi organ dalam rongga dada, terutama paru-paru. Melalui CXR, petugas medis dapat mendeteksi adanya abnormalitas seperti bercak putih terang (lesi), nodul, atau massa yang mengindikasikan infeksi dan kerusakan jaringan akibat bakteri Mycobacterium tuberculosis.

“Pada ketiga WBP ini, hasil CXR menunjukkan kecurigaan yang tinggi. Terlihat bercak-bercak putih di paru-paru mereka yang mengarah pada infeksi TBC,” tambah Reky.

Untuk memastikan diagnosis, langkah final yang diambil adalah pengambilan sampel dahak. Sampel ini kemudian dikirim ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan laboratorium yang lebih akurat, yaitu Tes Cepat Molekuler (TCM).

“Hasilnya konklusif. Sampel dahak dari ketiga WBP tersebut dinyatakan positif TBC. Ini membuktikan bahwa skrining berlapis yang kami lakukan efektif dalam mendeteksi penyakit sejak dini,” paparnya.

Strategi Penanganan: Isolasi dan Pengobatan Intensif 6 Bulan

Menanggapi temuan ini, pihak Lapas langsung mengambil langkah-langkah strategis untuk mencegah potensi penularan lebih luas dan memastikan kesembuhan ketiga WBP.

  1. Isolasi dan Pemindahan Kamar: Ketiga WBP tersebut langsung dipindahkan dari blok hunian umum ke ruang kamar tersendiri yang telah disiapkan. Tindakan isolasi ini adalah protokol standar untuk mengendalikan penyebaran penyakit menular di lingkungan yang padat seperti lapas.

  2. Pengobatan Jangka Panjang: Menurut Reky, ketiganya akan menjalani pengobatan intensif selama minimal enam bulan di bawah pengawasan langsung petugas kesehatan dari puskesmas. “Kunci kesembuhan TBC adalah kepatuhan minum obat tanpa terputus. Kami akan memastikan mereka disiplin melalui Pengawas Menelan Obat (PMO) di dalam lapas,” tegasnya.

  3. Sistem Rujukan: Lapas telah menyiapkan skenario rujukan jika kondisi pasien memburuk atau memerlukan penanganan yang lebih kompleks. “Sampai saat ini, perawatan di dalam lapas masih memadai dan rujukan belum diperlukan. Namun, kami siap kapan pun jika situasinya berubah,” imbuh Reky.

Pentingnya Skrining Kesehatan di Lembaga Pemasyarakatan

Kasus ini mengingatkan kita bahwa lembaga pemasyarakatan merupakan salah satu lingkungan yang rentan terhadap penularan penyakit, termasuk TBC. Kepadatan penghuni, sirkulasi udara yang terbatas, dan status kesehatan WBP yang seringkali sudah terganggu (seperti pada pengguna narkoba) menjadi faktor pemicu.

Oleh karena itu, program skrining kesehatan berkala seperti yang dijalankan Lapas Kelas IIB Probolinggo bukan hanya sebuah keharusan prosedural, melainkan sebuah investasi untuk kesehatan publik yang lebih luas. Dengan mendeteksi dan mengobati TBC hingga tuntas di dalam lapas, kita tidak hanya menyelamatkan nyawa WBP, tetapi juga memutus mata rantai penularan ketika mereka kembali ke masyarakat.

“Komitmen kami adalah memastikan hak WBP untuk sehat terpenuhi. Ini juga bentuk perlindungan bagi petugas dan WBP lainnya. Semua akan kami upayakan agar ketiga WBP ini bisa pulih dan menjalani masa pidana mereka dengan kondisi kesehatan yang optimal,” pungkas Reky menutup pernyataannya.

Dior

No More Posts Available.

No more pages to load.