Desakan untuk Kota Probolinggo yang Lebih Baik: LSM Lira Minta DPRD Tegas Evaluasi 4 Kebijakan Publik
Probolinggo- Lembaga Swadaya Masyarakatakat LSM Lira Kota Probolinggo desak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD setempat untuk bersikap lebih tegas dan proaktif dalam mengawasi kebijakan Pemerintah Kota. Desakan ini disampaikan secara langsung oleh Ketua LSM Lira, Louis Hationa, dalam sebuah pertemuan dengan Wakil Ketua DPRD Kota Probolinggo, Santhi Wilujeng, yang digelar baru-baru ini.

Baca Juga : Babak Belur Diamuk Masa Maling Motor Modus COD Diciduk Warga Probolinggo
Pertemuan tersebut tidak hanya sekadar menyampaikan aspirasi, melainkan juga kritik konstruktif yang menyoroti empat isu kebijakan publik yang dinilai bermasalah dan perlu segera dievaluasi. Louis menegaskan bahwa kebijakan-kebijakan ini, meski mungkin memiliki niat baik, justru berpotensi mengabaikan hak-hak dasar warga dan merusak aset budaya kota.
1. Car Free Day (CFD): Antara Stimulus Ekonomi dan Hambatan Ibadah
Isu pertama yang mengemuka adalah pelaksanaan Car Free Day (CFD) di Jalan Suroyo. Louis mengakui bahwa kegiatan CFD mungkin dapat memacu perputaran ekonomi pedagang kaki lima. Namun, dia menilai keuntungan tersebut tidak sebanding dengan pengorbanan yang harus ditanggung oleh kelompok masyarakat lain, khususnya jemaat gereja di sekitar lokasi.
“Kami tidak anti terhadap pembangunan ekonomi, tetapi harus ada keseimbangan,” tegas Louis. “Setiap hari Minggu, akses menuju tempat ibadah terhambat oleh penutupan jalan. Ini jelas mengganggu hak konstitusional warga untuk beribadah. Negara justru wajib menjamin kebebasan ini, bukan malah membuat kebijakan yang secara tidak langsung membatasinya.”
Louis mendorong DPRD untuk mempertimbangkan relokasi CFD ke lokasi yang lebih tepat, yang tidak mengganggu akses ke rumah ibadah mana pun.
2. Stadion Bayuangga: Arena Olahraga atau Panggung Seremonial?
Kritik tajam juga dilayangkan terhadap rencana Pemerintah Kota yang akan menggunakan Stadion Bayuangga sebagai venue perayaan Hari Jadi Kota (HUT) Probolinggo. Louis menilai hal ini sebagai bentuk penyimpangan fungsi dan berpotensi besar menyebabkan kerusakan pada lapangan dan fasilitas stadion.
“Stadion dibangun dengan anggaran publik untuk kepentingan olahraga, bukan untuk menjadi panggung seremonial yang dipenuhi dengan peralatan berat dan lalu lalang massa,” sindirnya. “Alih-alih memanfaatkan stadion, pemerintah seharusnya lebih kreatif dalam mencari lokasi yang memang didesain untuk event besar, sehingga keutuhan fasilitas olahraga bagi atlet dan masyarakat tetap terjaga.”
3. Gedung Kesenian: Jangan Korbankan Ikon Budaya demi Kepentingan Lain
Isu ketiga yang tak kalah panas adalah wacana alih fungsi Gedung Kesenian. Louis menyuarakan keprihatinan yang mendalam dari para seniman, pelatih, dan pecinta budaya di Probolinggo. Gedung tersebut, bagi mereka, adalah simbol dan ruang napas bagi perkembangan seni dan budaya lokal.
“Gedung Kesenian adalah ikon budaya. Mengalihfungsikannya sama saja dengan mengikis identitas kota ini,” ujarnya dengan nada tegas. “Banyak komunitas seni yang menggantungkan aktivitasnya di sana.
4. Aspirasi yang Mandek: DPRD Diminta Pastikan Rekomendasi Tidak Jadi Arsip Mati
Di luar tiga isu spesifik tersebut, Louis juga menyentil persoalan birokrasi internal DPRD. Dia mempertanyakan komitmen dan keseriusan dewan dalam menindaklanjuti hasil-hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang telah digelar. Menurutnya, banyak rekomendasi penting dari masyarakat yang hanya berakhir sebagai arsip di meja pimpinan tanpa pernah sampai ke eksekutif untuk ditindaklanjuti.
“Ini yang kami sayangkan. Untuk apa RDP digelar dengan menghadirkan banyak pihak jika hasilnya tidak jelas ujung pangkalnya?” kritik Louis. “DPRD harus memiliki keberanian politik untuk memastikan setiap rekomendasi dijalankan oleh pemerintah daerah. Fungsi pengawasan dewan harus nyata, bukan hanya simbolis.”
Respons DPRD: Aspirasi Akan Dijembatani
Menanggapi desakan dan kritik dari LSM Lira, Wakil Ketua DPRD Kota Probolinggo, Santhi Wilujeng, menyambut baik masukan tersebut. Dia mengakui bahwa suara masyarakat adalah bagian terpenting dalam proses pengawasan dan perumusan kebijakan.
“Kami apresiasi LSM Lira yang telah menyampaikan aspirasi dan catatan kritisnya dengan sangat jelas. Ini merupakan bentuk partisipasi publik yang sangat kami harapkan,” kata Santhi.
“Tugas utama kami adalah memastikan bahwa kebijakan yang ada berpihak kepada kepentingan dan kenyamanan warga Kota Probolinggo, bukan sebaliknya,” pungkasnya.
Dengan demikian, bola kini berada di pihak DPRD untuk mentransformasikan kritik tersebut menjadi tindakan nyata, mengawal kebijakan yang pro-rakyat, dan menjaga aset-aset berharga kota dari keputusan yang kurang tepat.





