Pesona Multietnik Kota Probolinggo: Ratusan Wisatawan Mancanegara Terpukau oleh Warisan Budaya yang Abadi
Probolinggo– Kota Probolinggo kembali menunjukkan magnet budayanya yang kuat dengan menyambut ratusan wisatawan mancanegara (wisman) yang tiba dengan kapal pesiar mewah di Pelabuhan Tanjung Tembaga, Mayangan. Kedatangan mereka bukan sekadar transit, melainkan sebuah penelusuran mendalam untuk menyentuh jantung keberagaman dan sejarah yang telah membentuk identitas kota ini selama berabad-abad.

Baca Juga : Harga Cabai Rawit Anjlok, Daya Beli Masyarakat Justru Lesu Di Probolinggo
Rombongan wisatawan ini menghabiskan satu hari penuh menjelajahi khazanah warisan budaya Kota Probolinggo, memulai petualangan mereka di sebuah bangunan ikonik: SDK Mater Dei di Jalan Suroyo.
Sekolah ini bukanlah sekadar tempat belajar biasa
Dinding-dindingnya menyimpan narasi sejarah yang panjang, menjadikannya salah satu cagar budaya yang paling berharga di kota ini. Yuliana Widyastuti, Kepala SDK Mater Dei, dengan bangga bercerita bahwa sekolahnya telah lama menjadi destinasi wajib bagi wisatawan internasional.
Setiap kunjungan adalah sebuah pertukaran budaya yang istimewa, ujar Yuliana
Sambutan untuk para tamu dari jauh ini selalu spesial: sebuah pertunjukan musik angklung yang merdu oleh siswa-siswinya. Gemerincing nada-nada yang harmonis bukan hanya sebagai hiburan, melainkan sebuah undangan untuk masuk ke dalam dunia seni Indonesia. Yang lebih menarik, para wisatawan tidak hanya menjadi penonton pasif. Mereka diberikan kesempatan langka untuk belajar memainkan angklung langsung di bawah bimbingan para siswa.
“Kami ajarkan dari cara memegang hingga menggetarkan angklung. Moment ketika mereka berhasil memainkan sebuah lagu sederhana bersama-sama selalu menciptakan kegembiraan dan hubungan yang hangat,” tutur Yuliana dengan senyum.
Hanya sepelemparan batu dari sekolah, perjalanan budaya berlanjut ke Gereja Merah atau GPIB Jemaat Immanuel Probolinggo. Berdiri kokoh sejak tahun 1862, gereja ini adalah saksi bisu dari jejak kolonial yang berpadu dengan kehidupan beragama masyarakat. Arsitekturnya yang megah dan berwarna khas langsung menyita perhatian.
Feni, salah seorang pemandu dari jemaat gereja, dengan antusias membeberkan harta karun yang tersimpan di dalamnya. “Di sini, kami masih menyimpan dengan sangat baik Alkitab kuno berbahasa Belanda dari masa pendirian gereja,” jelasnya.
Perjalanan menapaki jejak sejarah kemudian berlanjut ke Museum Probolinggo yang tak jauh dari lokasi
Di sini, kolaborasi antara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) dengan Dinas Koperasi, UKM, dan Perdagangan (DKUP) menciptakan sebuah experience yang lengkap. Para wisatawan tidak hanya diajak mengagumi koleksi artefak bersejarah kota, tetapi juga diperkenalkan pada kekuatan ekonomi kreatif lokal melalui kain batik khas Probolinggo yang diproduksi oleh UMKM setempat. Ini adalah bukti nyata bagaimana warisan budaya bisa hidup dan menggerakkan perekonomian.
Titik akhir perjalanan yang tak kalah memesona adalah Kuil Tri Dharma Probolinggo. Perpaduan warna yang cerah, aroma dupa, dan arsitektur yang khas menyambut mereka. Di sini, para wisatawan diajak menyelami kekayaan budaya etnis Tionghoa yang telah berasimilasi secara damai dan menjadi bagian tak terpisahkan dari mozaik Kota Probolinggo. Kehidupan tradisi dan keyakinan yang masih sangat lestari ini menunjukkan wajah Indonesia mini yang harmonis.
Bram, salah seorang pendamping wisatawan, menyimpulkan inti dari daya tarik kota ini. “Yang membuat Probolinggo unik dan begitu memikat bagi wisatawan mancanegara adalah keunikan multietniknya. Di satu area yang bisa dijangkau dengan berjalan kaki, mereka dapat mengalami perjalanan budaya melalui tiga landmark besar: warisan Kolonial-Eropa, arsitektur dan tradisi Tionghoa, dan tentu saja, seni budaya Jawa asli. Ini adalah sebuah paket lengkap yang jarang ditemukan di tempat lain.”
Kunjungan singkat ini bukan hanya tentang angka ‘puluhan wisatawan’, tetapi tentang cerita yang mereka bawa pulang: sebuah kenangan akan sebuah kota di pesisir Jawa Timur di mana berbagai budaya tidak hanya hidup berdampingan, tetapi saling melengkapi, menciptakan sebuah simfoni keindahan yang abadi. Kota Probolinggo telah membuktikan bahwa warisan multietniknya adalah aset pariwisata yang tak ternilai dan jiwa sejati dari kota ini.





