, ,

Penanganan Stunting di Kabupaten Probolinggo Dievaluasi, Ketimpangan Antarwilayah Jadi Sorotan

oleh -550 Dilihat

Penanganan Stunting di Kabupaten Probolinggo Dievaluasi: Ketimpangan Antarwilayah Jadi Sorotan Utama

Probolinggo – Upaya penurunan prevalensi stunting di Kabupaten Probolinggo masih menghadapi tantangan serius, terutama terkait ketimpangan capaian antarwilayah. Evaluasi terbaru menunjukkan disparitas yang signifikan antara daerah pesisir dan pegunungan, memicu kekhawatiran akan ketidakmerataan program intervensi.

Data Terkini Prevalensi Stunting

  • Rata-rata kabupaten: 18,3% (2024)

  • Wilayah tertinggi:

    • Kecamatan Tiris (25,6%)

    • Kecamatan Krucil (23,8%)

  • Wilayah terendah:

    • Kecamatan Kotaanyar (12,1%)

    • Kecamatan Tongas (13,4%)

Faktor Penyebab Ketimpangan

  1. Akses Gizi:

    • Daerah pegunungan kesulitan mendapatkan protein hewani segar

    • Ketergantungan pada karbohidrat murah (ubi, jagung)

  2. Fasilitas Kesehatan:

    • Keterbatasan tenaga gizi di Puskesmas wilayah terpencil

    • Jarak tempuh ke posyandu mencapai >10 km di beberapa desa

  3. Ekonomi Keluarga:

    • 62% balita stunting berasal dari rumah tangga dengan penghasilan <Rp 1,5 juta/bulan

Stunting
Stunting

Baca juga: Kisah Pesanggrahan Bermi di Krucil Probolinggo, Bangunan Peninggalan Kolonial di Tengah Alam yang Menawan

Intervensi Prioritas 2024

✔ Program “Gemarikan” (Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan) di 15 desa rawan
✔ Mobile Posyandu Plus dengan layanan pemeriksaan lengkap
✔ Pelatihan kader gizi berbasis digital
✔ Bantuan pangan spesifik (telur, ikan kaleng, susu) untuk 5.000 balita

Tantangan yang Dihadapi

  • Anggaran terbatas: Hanya 35% dana DD bisa digunakan untuk intervensi stunting

  • Perubahan iklim: Gagal panen di wilayah pegunungan memperparah kerawanan pangan

  • Budaya: Persepsi “anak gemuk = sehat” masih kuat di masyarakat

Respons Pemkab

Bupati Probolinggo, Timbul Prihanjoko:
“Kami akan fokus pada pendekatan berbasis wilayah. Setiap kecamatan akan memiliki strategi berbeda sesuai karakteristik lokal.”

Kepala Dinkes, dr. Anang Budi Yoelijanto:
“Intervensi kami mulai dari hulu – pendidikan calon pengantin hingga monitoring 1.000 HPK (Hari Pertama Kehidupan).”

Target 2024

  • Penurunan prevalensi menjadi 16,5%

  • Penyamaan capaian antarwilayah maksimal selisih 5%

  • 100% desa memiliki kader stunting terlatih

#StopStunting #ProbolinggoSehat #IntervensiGizi #KesehatanAnak #SDMUnggul

Bagaimana menurut Anda strategi penanganan stunting di daerah? Apa solusi kreatif yang bisa diterapkan?

Dior

No More Posts Available.

No more pages to load.